MAKALAH PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI

MAKALAH PERANAN TERNAK SEBAGAI SUMBER PANGAN HEWANI


 





                           
                                 NAMA     : FERINA OCTAVIA
                                       NIM          : 23010113190178
                                       KELAS     : D


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

KATA PENGANTAR
                  Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab hanya karena kasih dan anugerah-Nya sajalah penulis pada akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini.
                  Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan bagi penulis untuk melaksanakan Ujian Tengah Semester mata kuliah Pengantar Ilmu Industri Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Penulis menyadari hambatan dan kesulitan tak lepas dalam mengerjakan makalah ini namun dengan bantuaan yang tak terkira baik berupa materi, pembimbingan, saran, pengembangan wawasan dan juga gagasan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat mengatasi persoalan-persoalan tadi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas membantu dan mendukung penulisan karya tulis ini.
                  Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Warsono Sarengat, M.S., selaku dosen mata kuliah PIIP  yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
                  Terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada orangtua penulis yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan makalah. Kasih sayang, cinta dan doa mereka merupakan penyemangat.
                  Dan tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu ada dalam membantu penulis menyelesaikan makalah. Bersama mereka penulis mengalami berbagai pengalaman.
                  Penulis menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan atau kesalahan. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik agar dijadikan pacuan untuk menjadikan karya tulis ini sempurna. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membaca.

                                                                                    Semarang, Oktober 2013

                                                                                                Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia ini terdapat banyak jenis bahan bahan pangan. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan seseorang untuk tumbuh dan berkembang serta mampu beraktivitas dan memelihara kondisi tubuh. Bahan pangan berguna untuk membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tetap sehat. Bahan pangan didunia ini sangat beragam, salah satunya adalah pakan hewani, saat ini permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging , telur dan susu serta olahan lainnya) sangat besar dan diperkirakankan akan meningkat sangat pesat selama delapan tahun kedepan khususnya untuk Negara-negara berkembang. Penduduk dunia saat ini sekitar lebih dari 7,1  milyar dan di perkirakan meningkat sebanyak 76 juta setiap tahunnya . dari jumlah penduduk tersebut sekitar 5,4 milyar (84%) diantaranya berdomisili di Negara-negara yang sedang berkembang yang rata-rata tingkat konsumsi protein hewaninya relatife rendah. Indonesia termasuk Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% pertahun serta meningkatkan pendapatan perkapita sekitar 3% pertahun. Dari jumlah penduduk tersebut tentunya membutuhkan pangan hewani yang cukup besar dan diperkirakan meningkat sangat cepat di masa mendatang. Peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani , ikut serta dalam mendorong meningkatnya permintaan terhadap pangan hewani.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dan tugas mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) Pengantar Ilmu dan Industri Peternakan serta untuk  mengetahui peranan ternak sebagai sumber pakan hewani bagi manusia,dan mengetahui fenomena-fenomena dunia yang terancam kekurangan bahan pakan hewani sehingga kita dapat mengelola peternakan  dengan maksimal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Penting Pangan Hewani
Dalam Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan (UU Pangan) disebutkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi setiap rakyat Indonesia. Pangan tersebut dapat berasal dari bahan nabati atau hewani dengan fungsi utama sebagai sumber zat gizi. Berdasarkan evaluasi Susenas 2003, tingkat konsumsi pangan hewani masyarakat Indonesia baru sekitar 58% dari kebutuhan (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih bertumpu pada bahan pangan nabati untuk pemenuhan gizinya. Rendahnya konsumsi pangan hewani telah memberi kontribusi terhadap munculnya kasus gizi buruk di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Laporan WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa dalam kurun tahun 1999-2001 sekitar 12,6 juta jiwa penduduk Indonesia menderita kurang pangan (SCN, 2004). Jumlah tersebut mungkin menjadi bagian dari masyarakat yang mengalami defisit energi protein. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 terungkap bahwa sekitar 81,5 juta jiwa masyarakat Indonesia mengalami defisit energi protein, terutama protein hewani (Pambudy, 2004). Pemenuhan kebutuhan pangan hewani bagi sekitar 230 juta jiwa penduduk Indonesia yang terus bertambah lebih dari 1,3% per tahun merupakan permasalahan yang perlu diupayakan jalan keluarnya. Hingga saat ini produk olahan hasil ternak di Indonesia masih terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan nasional masih harus impor (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2004). Untuk penyediaan hasil ternak dalam jangka panjang, perlu optimalisasi seluruh segmen kegiatan industri peternakan, yaitu: (1) industry primer seperti pembibitan dan budidaya ternak, (2) industri sekunder dalam kegiatan pasca panen, dan (3) industri tersier di bidang distribusi dan pemasaran (Chamdi, 2004). Goldberg (1991) memprediksikan bahwa dalam agribisnis global tahun 2000-2028, focus kegiatan dan penyerapan dana terbesar adalah untuk industri sekunder dan tersier. FAO juga telah mencanangkan bahwa tahun 2020 akan terjadi Revolusi Peternakan (Livestock Revolution) sebagai The Next Food Revolution. Oleh sebab itu, peranan teknologi pangan sebagai inti industri sekunder peternakan dalam pengembangan produk olahan hasil ternak harus ditingkatkan untuk antisipasi kompetisi global saat ini dan di masa depan.
2.2 Tantangan Penyedian Protein Hewani
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa. Demikian dikatakan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas saat menyebutkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 (Kompas, 3/8/2005). Dengan jumlah penduduk sebesar itu Indonesia merupakan pasar yang luar biasa besar. 
Namun sayangnya, kita masih sangat tergantung pada bahan impor. Setiap tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,2 juta ton jagung, 30 ribu ton tepung telur dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut menguras devisa negara cukup besar.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat negara di dunia, Indonesia termasuk pasar potensial bagi negara-negara lain. Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat. Saat ini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat rendah yakni 4,5 gram/kapita/hari, sementara konsumsi protein hewani masyarakat dunia adalah 26 gram/kapita/hari (Han, 1999). Peningkatan konsumsi protein hewani dapat dipacu dengan meningkatkan pendapatan rumahtangga dan kesadaran gizi masyarakat
Merebaknya kasus gizi buruk (malnutrisi) dan busung lapar pada anak-anak usia bawah lima tahun (balita) beberapa waktu lalu sangat merisaukan kita sebagai bangsa. Sesungguhnya, kasus malnutrisi disebabkan kurangnya asupan kalori-protein pada tingkat rumahtangga. Masa balita merupakan “periode emas (the golden age)” pertumbuhan anak manusia dimana sel-sel otak sedang berkembang dengan pesat. Dalam periode ini protein hewani sangat dibutuhkan agar otak berkembang secara optimal, tidak sampai tulalit, (Nadesul, Kompas 9/7/05). 
Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya resiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performans mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa (Pinstrup-Andersen, 1993 dalam Rusfidra, 2005a). Kasus malnutrisi yang sangat parah pada usia balita dapat menyebabkan bangsa ini mengalami loss generation. Akibat berikutnya adalah rendahnya daya saing SDM bangsa ini dalam percaturan global antar bangsa
Namun sayangnya, ditengah usaha berbagai pihak mempromosikan peningkatan konsumsi protein hewani, negara ini kembali disibukkan oleh merebaknya wabah flu burung. Hingga Januari 2006 jumlah pasien yang diduga terinfeksi flu burung berjumlah 85 orang, dimana 17 pasien diantaranya meninggal dunia. Realitas ini menunjukkan bahwa kasus flu burung masih bersirkulasi di sekitar kita Oleh karena itu, kita berharap kepada aparatur pemerintah (Deptan dan Depkes) agar bekerja dengan visi dan rencana kerja yang sistematis, tidak bekerja serabutan seperti selama ini. Selama ini terkesan birokrat bekerja seperti “pemadam kebakaran”, baru kelihatan program kerjanya setelah timbulnya masalah. Wabah flu burung telah berdampak pada turunnya konsumsi daging dan telur karena adanya kekawatiran masyarakat akan terinfeksi flu burung bila memakan telur dan daging ayam. Meskipun wabah flu burung bersifat fatal (mematikan) pada unggas, namun konsumen tidak perlu kawatir untuk mengkonsumsi daging ayam dan telur. Karena dengan pemanasan pada suhu 56 C selama 3 jam atau pada 60 C selama 30 menit virus Avian Influenza (AI) akan mati. Artinya, selama konsumen tidak memakan telur atau daging ayam mentah, maka kecil peluang terinfeksi AI (Rusfidra, 2005b). 
Penularan flu burung selama ini terjadi melalui pernafasan (air borne desease), bukan melalui makanan (food borne desease). Karena itu, kampanye makan daging ayam dan telur secara aman merupakan langkah cerdas untuk memulihkan citra bahwa memakan daging ayam dan telur relatif aman sepanjang kedua komoditi unggas tersebut diolah secara benar sebelum dimakan.
Selain itu, juga diperlukan program penyediaan sumber protein hewani yang murah, mudah tersedia, terjangkau dan bergizi tinggi pada tingkat rumahtangga. Dalam konteks ini, program “Family Poultry” layak ditimbang sebagai sebuah solusi mengatasi terjadinya malnutrisi, efektif dalam pengentasan kemiskinan, menjaga ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga dan sebagai sumber pendapatan (Rusfidra, 2005a, Rusfidra, 2005c, Rusfidra, 2005d).


2.3  Upaya Penyediaan Pangan Hewani  di Indonesia
Upaya peningkatan ketersediaan pangan menjadi program pemerintah yang sangat sulit dilakukan, terutama di bidang peternakan yang berhubungan dengan swasembada daging. Hal ini terkendala masalah penyediaan bibit, modal serta SDM , lebih dari 90% ternak sapi dipelihara oleh sekitar 6,5 juta rumah tangga di pedesaan dengan pengetahuan peternakan yang minim. Banyak dari peternak sapi potong itu juga telah berusia tua, dengan tingkat pendidikan lulusan sekolah dasar sehingga pengetahuan mereka pun terbatas.
Sulitnya memenuhi pangan hewani berupa daging tercermin pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla , program swasembada daging sapi ditargetkan pada tahun 2005, kemudian direfisi 2010 . namun tahun 2010 hal itu juga tidak akan tercapai karena tidak mungkin dalam 2 tahun ditambah populasi bibit sapi 1 juta ekor. Selain tidak ada dana , bibit juga btidak ada. Mentri pertanian sebelumnya, Anton Apriantono, mengakui, program swasembada daging sapi gagal dicapai. Gagalnya program swasembada daging sapi karena laju pertambahan populasi kalah cepat(kompas, 9/9/2009)
Departemen Pertanian menargetkan swasembada daging sapi secara bertahap pada tahun 2014. Melalui sejumlah program, penyediaan daging sapi didalam negeri diproyeksikan meningkat 67% pada tahun 2010 menjadi 90% di tahun 2014. “dengan berbagai upaya ini, populasi sapi potong ditargetkan meningkat dari 12 juta ekor pada tahun 2009 menjadi 14,6 juta ekor pada tahun 2014” kata Suwarno . hal ini disampaikan pada saat memaparkan rencana strategis kecukupan daging 2010-2014 dalam seminar nasional pengembangan ternak potong untuk mewujudkan  program  kecukupan / swasembada daging di Fakultas Petrnakan Universitas GajahMada , Jogjakarta , sabtu (7/11).





BAB III
KESIMPULAN
Hewan ternak sebagai sumber pakan hewani mempunyai beberapa manfaat yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia antara lain, : untuk kecerdasan, protein hewani juga dibutuhkan untuk daya tahan tubuh, Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah, Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
 Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul (1999) menyatakan adanya relasi positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Makin tinggi konsumsi protein hewani penduduk, makin tinggi UHH dan pendapatan domestik brutto (PDB) suatu negara.ebagai sumber pangan hewani sangat berperan penting bagi kelangsuna
Dengan demikian, hewan ternak sebagai sumber pangan hewani sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia dan berpengaruh pada kwalitas SDM seseorang.








DAFTAR PUSTAKA
Haryanto. 2007a. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan Bertumpu pada Ternak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing House.
Rusfidra. 2005c.Mencegah gizi buruk dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala rumahan. Artikel iptek Harian Pikiran  Rakyat. Bandung
 Rusfidra. 2007a. Paradigma Baru Pembangunan Peternakan; Membangunan Peternakan Bertumpu pada Ternak Lokal. Bogor: Cendekia Publishing House.
Rusfidra. 2005c.Mencegah gizi buruk dan mengentaskan kemiskinan: peternakan skala rumahan. Artikel iptek Harian Pikiran  Rakyat. Bandung, 25 Agustus 2005. 



0 komentar:

Posting Komentar

 

Meet The Author