PENGARUH PENGGUNAAN INSEKTISIDA KARBAMAT TERHADAP
KESEHATAN TERNAK DAN PRODUKNYA
NAMA : FERINA OCTAVIA
NIM : 23010113190178
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa sebab hanya karena kasih dan anugerah-Nya sajalah penulis pada
akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah kimia dasar,Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari hambatan dan kesulitan tak lepas dalam mengerjakan makalah ini
namun dengan bantuaan yang tak terkira baik berupa materi, pembimbingan, saran,
pengembangan wawasan dan juga gagasan dari berbagai pihak akhirnya penulis
dapat mengatasi persoalan-persoalan tadi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas membantu dan
mendukung penulisan karya tulis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
bapak Ir. Tri Agus Sartono MSi, selaku dosen mata kuliah kimia dasar
yang telah memberi dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis untuk
menyelesaikan karya tulis ini.
Terima kasih yang tulus dan cinta yang
mendalam penulis sampaikan kepada orangtua penulis tercinta yang selalu memberikan
dorongan dan semangat kepada penulis. Kasih sayang, cinta dan doa mereka
merupakan penyemangat.
Penulis menyadari dalam karya tulis ini
masih terdapat kekurangan atau kesalahan. Oleh karena itu, penulis meminta
saran dan kritik agar dijadikan pacuan untuk menjadikan karya tulis ini
sempurna. Akhir kata penulis berharap agar karya tulis ini dapat berguna bagi
siapapun yang membaca.
Semarang,
7 Oktober 2013
Penulis
PENDAHULUAN
Pestisida secara umum
diartikan sebagai bahan kimiaberacun yang digunakan untuk menegendalikan
jasad penggangguyang merugikan kepentingan manusia. Pestisida telaah
cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian.
Dibidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang penting. Terutama digunakan
dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung oleh jasad tertentu
maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular. Berbagai serangga
vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah berhasil
dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida, manusia
telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti
penyakit malaria, demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus danlain-lain.
Dibidang pertanian,
penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan
produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan.
Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun
ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh
sebagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “dewa
penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini
dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang
terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut,
cenderung memicu penggunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan
pesat.
Secara
umum, pestisida pertama kalidiperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an bertepatan
dengan pelaksanaan program intensifikasi pertanian padi dan tanaman pangan lain
yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.
Berdasarkan
golongannya, pestisida dikelompokkan menjadi golongan OC, OP dan karbamat yang
masing- masingnya memiliki toksisitas yang berbeda (WALDRON dan GOLEMAN,
1987).
Karbamat merupakan insektisida yang
bersifat sistemik dan berspektrum luas sebagai nematosida dan akarisida (BONNER et
al., 2005; TEJADA et al., 1990; COGGER et al.,
1998). Golongan karbamat pertama kali disintesis pada tahun 1967 di Amerika
Serikat dengan nama dagang Furadan (CORNELL UNIVERSITY, 2001). Umumnya
karbamat digunakan untuk membasmi hama tanaman pangan dan buah-buahan pada
padi, jagung, jeruk, alfalfa, ubi jalar, kacang-kacangan dan tembakau (RISHER et
al., 1987; BONNER et al., 2005; TOBIN, 1970; TEJADA et
al., 1990; FAO, 1997).
Bila
penggunaan pestisida dilakukan sesuai aturan akan memberikan keuntungan yang
tinggi di mana tanaman terhindar dari serangan penyakit dan hama, tetapi bila
terjadi kesalahan penggunaan dapat menimbulkan pengaruh terhadap produktivitas
seperti keracunan, gangguan kesehatan pada hewan non- target,
pencemaran lingkungan dan residu pada produk pangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida memiliki peranan penting dalam kegiatan pertanian
untuk melindungi tanaman dari hama penyakit. Proses persiapan bahan insektisida
dan penggunaannya harus dilakukan sesuai aturan untuk mendapatkan produktivitas
yang baik. Bila tidak sesuai aturan seperti tertumpahnya insektisida dalam
proses pencampuran di lapangan, tidak menggunakan pengaman yang benar (sarung tangan dan
masker) dan dosis yang berlebihan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan,
gangguan kesehatan/keracunan dan residu pada produk pangan.
Pestisida berguna untuk mengendalikan
berbagai hama serta mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau
bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan hasil pertanian. Namun
residu dari pestisida tersebut berbahaya bagi lingkungan. Pestisida mengandung
berbagai senyawa kimia yang dapat mengganggu kestabilan komposisi kimia tanah.
Pestisida yang banyak digunakan sekarang adalah dari golongan hidrokarbon
berklor. Pestisida ini mempunyai efek
menahun atau bioakumulatif dan sulit terurai.
Dampak penggunaan pestisida
tidak akan terlihat langsung, namun akan terasa pada tahun-tahun akan datang.
Beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat carsinogenic agent, mutagenic
agent, teratogenic agent, dan menimbulkan penyakit. Selain itu pestisida dapat
menyebabkan pengaruh resisten pada tumbuhan/hama pengganggu.
Penggunaan pestisida golongan karbamat di Indonesia relatif baru
terutama setelah pelarangan penggunaan dan peredaran sebagian besar pestisida
golongan organokhlorin (OC). Insektisida golongan karbamat yang umum digunakan
dalam kegiatan pertanian adalah karbofuran (Furadan), aldikarb (Temik) dan
karbaril (Sevin). Bila penggunaan insektisida dilakukan sesuai aturan dapat
memberikan keuntungan, tetapi bila tidak, akan menimbulkan kerugian seperti
keracunan, gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan dan residu pada produk
pangan. Berdasarkan monitoring penggunaan karbamat di Pulau
Jawa terdeteksi residu karbofuran pada tanah sawah (0,8 – 56,3 ppb), air sawah
(0,1 – 5,0 ppb), beras (tt – 5,0 ppb), kedelai (1,2 – 610 ppb); pakan ternak (12 – 102 ppb); daging sapi (110
– 269 ppb); dan serum sapi potong (167 – 721 ppb). Beberapa sampel pangan
tersebut
mengandung residu karbofuran yang melebihi batas maksimum residu yang ditetapkan
oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Keberadaan residu karbofuran dalam
produk pangan tersebut perlu menjadi perhatian mengingat karbamat merupakan
pestisida yang bersifat toksik bagi kesehatan masyarakat dan ternak. Makalah
ini membahas toksisitas pestisida golongan karbamat, gejala keracunan, residu
pada pangan dan lingkungan serta pengendalian keracunan dan residu karbamat.
Karbamat umumnya digunakan untuk
mengendalikan hama padi seperti penggerek batang, wereng batang coklat, wereng
hijau dan hama lundi pada padi gogo (TURNER dan CARO, 1973). Meskipun
pestisida memiliki tujuan yang positif dalam pengembangan usaha pertanian,
namun kenyataan di lapangan penggunaan pestisida memiliki kelemahan dan dampak
negatip terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, ternak dan hewan non-
target seperti timbulnya pencemaran lingkungan, keracunan, residu pada
produk ternak dan tanaman serta resistensi hama penyakit terhadap pestisida tersebut
(SOEJITNO dan SAMUDRA, 1994; MUSTAMIN dan MA’ARUF, 1990; WALISZEWSKI et
al., 2003). Dampak negatif tersebut umumnya timbul sebagai akibat
penyalahgunaan pestisida, kesalahan persepsi dan kecerobohan pengguna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dampak Karbamat Pada
Hewan Ternak
Kasus keracunan
pestisida/insektisida umumnya memerlukan tindakan penanganan yang cepat, tepat dan
menyeluruh agar mortalitas dapat dicegah secara baik. Insektisida golongan
karbamat umumnya terdiri dari karbaril (Sevin), aldikarb (Temik) dan karbofuran
(Furadan) yang telah banyak beredar di Indonesia untuk digunakan dalam kegiatan
pertanian dan perkebunan. Gejala awal keracunan karbamat terlihat berupa lemah,
pusing, berkeringat, sakit kepala, salivasi, muntah dan diare. Kemudian diikuti
dengan konstriksi pupil mata dan inkordinasi.
Aldikarb
merupakan oxime dari insektisida karbamat yang dihasilkan oleh
Union
Carbide Corporation
dengan nama dagang Temik. Aldikarb bersifat relatif larut dalam air dan pelarut
organik, yang merupakan senyawaan yang stabil kecuali dalam larutan yang
bersifat basa, tidak mudah terbakar dan tidak bersifat korosif pada logam
(RISHER et al., 1987). Aldikarb merupakan pestisida sistemik yang
digunakan untuk membasmi berbagai jenis insekta dan nematoda. Pestisida ini
diaplikasikan pada bagian bawah permukaan tanah untuk diabsorbsi oleh sistem
perakaran tanaman, dan kelembaban.
Aldikarb mudah terserap
melalui saluran pencernaan dan kulit. Insektisida ini segera mengalami metabolisme
dan diekskresikan dalam waktu 24 jam setelah pemaparan. Ekskresi terbanyak dari
senyawa toksik dan metabolit (relatif nontoksik) seperti oxime dan
nitril terjadi melalui urin (RISHER et al., 1987). Gejala klinis
keracunan akut aldikarb bersifat spesifik seperti keracunan pestisida golongan
organofosfat dan karbamat lainnya. Keracunan terutama akibat pengaruh nikotinik
dan parasimpatetik yang disebabkan karena terjadinya hambatan
asetilkholinesterase di dalam sistem syaraf somatik perifer dan syaraf otonom (BARON,
1994). Pengaruh pemaparan akut aldikarb dan metabolitnya bersifat transien (sementara),
karena terjadi penyembuhan yang cepat dan spontan terhadap hambatan
asetilkholinesterase dan tingkat perubahan
yang cepat dari distribusi dan metabolisme serta ekskresinya dari dalam
tubuh. Penyembuhan sempurna terjadi dalam kurun waktu antara 3 sampai 6 jam setelah
terpapar aldikarb (BARON, 1994).
Keracunan aldikarb pernah dilaporkan menimbulkan
kematian pada 2 ekor dari 8 ekor sapi yang mengkonsumsi rumput tercemar Temik (SPIERENBURG
et al., 1985). YUNINGSIH (1987) melaporkan bahwa 3 dari 5 sampel saluran
pencernaan sapi yang diduga mengalami keracunan insektisida di Sumatera positif
mengandung aldikarb dalam analisis laboratorium dengan metode thin layer
Chromatography.
Residu Karbamat Pada Produk Ternak
Kendala
dalam penggunaan insektisida di dalam kegiatan pertanian tidak hanya masalah
keracunan pada ternak dan manusia, tetapi juga kekhawatiran akan timbulnya residu pada lingkungan dan produk pangan melalui
mata rantai makanan. Residu insektisida dapat
terjadi akibat disengaja maupun tidak disengaja seperti tertumpah,
kebocoran kemasan, penyemprotan, tertiup angin dan terkonsumsi pakan atau air
minum yang terkontaminasi (KIZZA dan BROWN,
1998; SOEJITNO dan ARDIWINATA,
1999).
Tingginya
tingkat akumulasi residu karbofuran pada daun kedua jenis tanaman ini (padi dan
jagung), dapat diperkirakan akan terbawa ke jaringan tubuh ternak terutama sapi
potong dan sapi perah mengingat limbah kedua tanaman tersebut sering dimanfaatkan
sebagai pakan ternak pada daerah-daerah yang kekurangan penyediaan rumput dan
hijauan pakan ternak. Sebagai akibatnya residu karbofuran dapat pula
terbentuk pada daging dan susu. Sementara itu penelitian lapang
mengenai residu dan toksisitas pestisida karbamat pada produk ternak yang
dilakukan oleh WIDIASTUTI et al. (2005) pada tahun 2005 di Blora – Jawa Tengah terdeteksi residu karbofuran
pada jerami padi, jerami jagung, serum sapi potong dan daging sapi yang
dikoleksi dari pasar setempat.
Sumber pencemaran sampel daging sapi kemungkinan
berasal dari beberapa faktor, antara lain sapi yang dipotong mengalami
pencemaran oleh insektisida karbofuran, pakan yang dikonsumsi sapi juga mengalami
pencemaran oleh insektisida serta air yang digunakan baik sebagai minuman sapi
maupun dalam proses pemotongan sapi mengalami pencemaran insektisida
karbofuran. Lebih lanjut, tingginya residu karbofuran dalam sampel daging ini
dikhawatirkan dapat mempengaruhi kesehatan manusia mengingat nilai LD50 karbofuran
secara oral pada manusia hanya 5 mg/kg BB (IPCSINTOX, 1985) sedangkan rataan
residu pada sampel daging tersebut mencapai 0,17 mg/kg. Tingginya rataan residu
pada sampel daging asal pasar tradisional setempat perlu mendapat perhatian
karena
dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat sebagai konsumen daging tersebut.
Masalah pencemaran lingkungan oleh pestisida menjadi
perhatian utama bagi masyarakat karena keberadaan residu di dalam lingkungan
dan jaringan tubuh hewan. Residu pestisida dalam pangan dan pakan ternak
menjadi perhatian karena pestisida dapat masuk ke dalam sistem tubuh manusia
melalui konsumsi pangan tercemar atau susu, daging dan produk ternak lainnya
yang mengkonsumsi pakan tercemar insektisida. Keberadaan residu karbamat di
dalam susu segar perlu mendapatkan perhatian mengingat tingkat konsumsi susu
segar yang cukup tinggi dalam masa pertumbuhan (usia muda).
Pencegahan Keracunan Dan Residu Insektisida Karbamat
Masalah
utama dalam penggunaan insektisida dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pertanian adalah
timbulnya kasus keracunan pada hewan non- target, pencemaran lingkungan dan
terbentuknya residu baik pada produk pangan dan jaringan tubuh hewan dan
manusia yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pestisida yang persisten
menjadi perhatian utama bagi masyarakat karena timbulnya residu pestisida di
dalam lingkungan dan jaringan tubuh makhluk hidup. Residu pestisida dalam
pangan dan pakan ternak menjadi
perhatian karena
pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui konsumsi makanan
terkontaminasi atau melalui susu, daging dan produk ternak lainnya yang diberi
pakan tercemar.
Keracunan Karbamat
Pertolongan
pertama terhadap penderita keracunan karbamat adalah mendiagnosis terjadi
reaksi kholinergik yang diikuti dengan menghentikan gejala kholinergik dengan atropin.
Selanjutnya melakukan dekontaminasi saluran pencernaan dengan cara mengeluarkan
isi lambung (gastric lavage) dan pemberian arang aktif (5 g/kg BB).
Selanjutnya mengurangi gejala klinis lain seperti kegagalan pernapasan dengan
ventilasi pendukung
(tracheal tube)
atau pemberian cairan tubuh (infus) (EDDLESTON et al., 2004)
Residu Karbamat
Penurunan kadar residu pada pangan dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan yaitu secara fisik dan kimia. Residu pestisida pada produk
pertanian dapat dikurangi dengan cara mencuci produk tersebut dengan air yang
mengalir untuk beberapa kali, kemudian direndam di dalam air selama satu jam. Alternatif
lain adalah merebus produk tersebut selama satu menit dan kemudian buang air
rebusan. Bila kedua cara tersebut dikombinasi maka penurunan residu pestisida
dapat berlangsung terus. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa detergen
dapat digunakan untuk melepaskan residu pestisida pada buah-buahan.
Pencemaran lingkungan
Masalah yang banyak
diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan lingkungan
adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida dibidang
pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun disektor kesehatan.
Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan
fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan
hidup manusia semakin menurun.
Pestisida sebagai bahan beracun,
termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melaui angin, melalui aliran
air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida
sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis
pestisida, residunya dapat bertahan
hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan,
diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan disetiap tempat
lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan
pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang
beracun serta relatif peersisten dilingkungan, maka residu yang ditinggalkan
pada lingkungan menjadi masalah
Lingkungan
akibat pestisida merupakan konsekuensi dari penggunaan secara
instensif pada lahan
pertanian. Kebiasaan bertani untuk menyiram tanaman melalui irigasi dapat pula mengkontaminasi
sumber air lainnya dan rumput sebagai pakan ternak yang memungkinkan dikonsumsi/digunakan
oleh ternak yang berada disekitarnya sehingga pada akhirnya pestisida tersebut ditranslokasikan
ke dalam daging dan susu sebagai produk akhir peternakan (TEJADA et al.,
1990; INDRANINGSIH et al., 2004; INDRANINGSIH, 2006). Aplikasi perstisida pada area pertanian
merupakan sumber potensial timbulnya kontaminasi pada air. Penyebaran
kontaminasi ini bergantung pada dosis yang diaplikasikan, penguraian pestisida,
kondisi tanah dan faktor ekologi lainnya (ZAKI et
al., 1982).
Pencemaran karbofuran pada
daging sapi dapat pula terjadi akibat dilakukannya penyemprotan karbofuran di
sekitar tempat pemotongan hewan maupun pada saat pengiriman hewan ke pasar
serta tercemarnya air yang digunakan untuk kebersihan rumah potong hewan. Residu
pestisida dapat terurai (degradasi) secara perlahan, cepat atau konstan. Faktor
yang mempengaruhi degradasi pestisida terdiri dari penguapan,
pencucian/pembilasan ,pelapukan, degradasi enzimatik dan translokasi (TARUMINGKENG, 1992). Penurunan konsentrasi residu insektisida merupakan jalur
utama pelepasan insektisida tersebut dari tanah (RAO et al.,
2004). Sifat kimiawi dan fisik insektisida seperti kelarutan, polaritas,
volatilitas dan stabilitas merupakan faktor penentu jalur dan laju degradasi
insektisida (FUSHIWAKI dan URANO,
2001).
Berbagai
teknik reduksi residu/cemaran insektisida dalam produk pangan dan lingkungan
telah berkembang melalui berbagai metode. Umumnya metoda pengurangan
residu/cemaran insektisida dibagi dalam tiga kelompok yaitu secara fisik
(pemanasan dan
penguapan), kimia dan
biologi. Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang
bergantung pada bahan
biologis, budaya dan penggunaan bahan kimia yang minimal secara intensif bertujuan
untuk pengendalian hama merupakan salah satu jawaban untuk mengurangi
pencemaran insektisida pada lingkungan dan produk pangan. Sistem PHT telah
berkembang dan diterapkan diberbagai negara berkembang termasuk Indonesia untuk
beberapa komoditas hortikultura dalam rangka minimalisasi residu pada produk
pangan (NORTON et al., 2003). Aplikasi insektisida seperti karbofuran pada tanaman
dapat jatuh ke tanah dan keberadaannya di tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti
kemampuan absorbsi
partikel tanah dan bahan organik, pencucian oleh hujan, penguapan, degradasi
atau aktivasi oleh mikroorganisme tanah, dekomposisi fisiko-kimia oleh sinar
matahari dan translokasi melalui sistem hayati (SETHUNATHAN dan
SIDDARAMMAPA, 1977; MABURY et
al., 1996).
KESIMPULAN
Pestisida adalah substansi atau bahan kimia
atau juga bahan yang lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan/perkembangan dari berbagai penyakit seperti hama dan
gulma. Selain itu pestisida juga berfungsi sebagai pengatur atau menstimulir
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan
hasil pertanian.
Insektisida golongan karbamat yang umum digunakan dalam kegiatan
pertanian adalah karbofuran (Furadan), aldikarb (Temik) dan karbaril (Sevin).
Bila penggunaan insektisida dilakukan sesuai aturan dapat memberikan
keuntungan, tetapi bila tidak, akan
menimbulkan
kerugian seperti keracunan, gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan dan
residu pada produk pangan.
Beberapa sampel pangan tersebut mengandung residu karbofuran yang
melebihi
batas
maksimum residu yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Keberadaan
residu karbofuran dalam produk pangan perlu menjadi perhatian mengingat
karbamat merupakan pestisida yang bersifat toksik bagi kesehatan masyarakat dan
ternak
DAFTAR PUSTAKA
ADININGSIH,S.,
J.J. SOEJITNO dan WIBOWO. 1998. Ameliorasi
Pencemaran
Agrokimia pada Lahan Sawah
Intensifikasi
Jalur Pantura Jawa Barat. Laporan Riset
Unggulan
Terpadu IV 2. Kantor Menristek – Dewan
Riset
Nasional 1998. 86p
BADAN PENGENDALI BIMAS.
1990. Rencana dan realisasi
penggunaan
pestisida untuk tanaman pangan.
Departemen
Pertanian. 13
BARON,
R.L. 1994. A carbamate insecticide: a case study of
Aldicarb.
Environ. Health Perspect. 102: 27 – 27.
BARON,
R.L. and T.L. MERRIAM. 1988. Toxicology of
aldicarb.
Rev. Exptl. Contam. Toxicol. 105: 1 – 70
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA DASAR.
2001.
Produksi
Pestisida. Direktorat Jendral Industri Kimia
Dasar,
Jakarta. 125 hlm
INDRANINGSIH.2006.
Sumber
kontaminan dan penanggulangannya residu pestisida pada pangan produk
peternakan: Suatu tinjauan. Wartazoa 16(2): 92 – 108
Top 10 Casino websites in 2021 - DrMCD
BalasHapusTop 10 Casino websites in 2021 김해 출장샵 - DrMCD. If you are new 세종특별자치 출장안마 to gambling 김천 출장마사지 in the US 인천광역 출장샵 then you will be able 서울특별 출장마사지 to start playing at these sites.